Translate

Sabtu, 31 Maret 2018

Prosedur Sertifikat Organic LeSOS



Prosedur Permohonan Awal Sertifikasi 


1. Langkah awal untuk mendapatkan sertifikasi LeSOS adalah operator (orang yang bertanggungjawab) menghubungi LeSOS.

2. Atas permintaan, LeSOS mengirimkan dokumen-dokumen permohonan yang rinci termasuk formulir permohonan dan informasi mengenai pertanian organik serta persyaratan sertifikasi. a.Pengiriman form permohonan sertifikasi,prosedur sertifikasi,struktur biaya sertifikasi dan standard yang diminta (SNI) kepada operator

3. Untuk mengajukan sertifikasi, operator perlu melengkapi formulir permohonan dan mengembalikannya ke LeSOS.
a.Operator mengajukan surat permohonan sertifikasi kepada LeSOS
b.LeSOS mengirimkan surat balasan sertifikasi beserta pengiriman form cheklist asesment awal tanaman pangan organik kepada operator
c.Operator mengisi dan mengembalikan form cheklist asesment awal tanaman pangan organik kepada LeSOS

4. LeSOS memberikan penjelasan atau informasi tambahan bila diperlukan. Pra Inspeksi Setelah menerima formulir permohonan yang telah diisi, LeSOS mengirimkan:
1. Sebuah surat penawaran inspeksi dan sertifikasi beserta penawaran biaya sertifikasi kepada operator
2. Kontrak sertifikasi dan inspeksi beserta jadwal tahapan proses sertifikasi
3. Setelah menerima surat penawaran, operator perlu membayarkan 50% biaya awal sertifikasi, menandatangani kontrak perjanjian sertifikasi dan inspeksi di atas materai Rp. 6.000;. Setelah kontrak ditandatangani Direktur Eksekutif LeSOS, salinan kontrak dikirimkan ke operator.
4.LeSOS mengirimkan invoice biaya sertifikasi sebesar 50% kepada operator Perhitungan Biaya Inspeksi dan Sertifikasi Biaya sertifikasi tergantung dari lamanya waktu yang dibutuhkan dalam menginspeksi (kalau opertor makin siap dalam proses sertifikasi dan inspeksi maka biaya yang dibutuhkan makin rendah), untuk biaya perjalanan, akomodasi serta konsumsi selama inspeksi ditanggung oleh operator dan dihitung sendiri sesuai biaya yang dikeluarkan.

Tinjauan Dokumen
1. LeSOS menugaskan inspektornya untuk menilai dokumen yang diberikan operator. Apabila informasi yang diterima kurang lengkap, inspektor akan menghubungi operator.
2. Operator diberi waktu 30 hari untuk melengkapi informasi yang diberikan atau melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Initial Inspeksi (Optional)
1. Bila operator meminta dilakukan pre-inspeksi untuk mengetahui ketidaksesuaian terhadap praktek pertanian organik yang telah dilakukan, LeSOS akan menugaskan kepada inspektornya untuk melakukan inspeksi lapangan berdasarkan informasi yang diberikan dalam formulir permohonan sertifikasi.
2. LeSOS mengirimkan surat pemberitahuan pelaksanaan asesment kepada operator
3. Inspektor akan membuat laporan inspeksi. Laporan inspeksi ditandatangani oleh operator. Laporan inspeksi asli dikirim ke LeSOS oleh inspektor dan salinannya diberikan kepada operator.
4. Hasil initial inspeksi tidak merupakan bagian dari tahapan untuk menentukan keputusan sertifikasi. 5. Hasil initial inspeksi diinformasikan ke operator

Inspeksi Lapangan
1. LeSOS menugaskan inspektor untuk melakukan inspeksi lapangan guna mengecek kesesuaian praktek pertanian organic terhadap standar dan regulasi pertanian organik.
2. LeSOS akan menginformasikan kepada operator mengenai waktu inspeksi dan nama inspektornya. Operator dapat mengajukan keberatan terhadap waktu dan nama inspektor yang diusulkan LeSOS disertai dengan penjelasan yang dapat diterima.
3. Inspektor LeSOS akan menghubungi operator untuk membuat janji inspeksinya selambat-lambatnya 24 jam sebelum kegiatan inspeksi dilakukan (untuk inspeksi yang dijadwalkan).
4. Inspektor mengecek kesesuaian praktek pertanian organik di lapangan terhadap standar dan regulasi yang ada dan kesesuaian terhadap dokumen yang diberikan.
5. Inspektor memiliki akses ke semua lokasi produksi dan informasi organik dan atau non organik.
6. Inspektor akan membuat laporan inspeksi. Laporan inspeksi ditandatangani oleh operator. Laporan inspeksi asli dikirim ke LeSOS dan salinannya diberikan kepada operator.
7. Apabila inspektor mencurigai adanya ketidaksesuaian terhadap standar, inspektor dapat melakukan pengambilan contoh untuk dilakukan pengujian laboratorium. Biaya pengujian menjadi tanggung jawab operator.
8. Inspektor menyerahkan Laporan Inspeksi kepada Manajer Mutu LeSOS.
9. LeSOS akan mengirimkan Surat Tagihan Biaya Inspeksi dan Sertifikasi ke operator untuk melakukan pembayaran 50% dari sisa biaya sertifikasi beserta biaya-biaya lainnya sebagai konsekwensi dari kegiatan sertifikasi (biaya perjalanan, akomodasi, pengujian laboratorium).
10. Setelah LeSOS mendapatkan konfirmasi sisa pembayaran sertifikasi, proses sertifikasi akan dilanjutkan.

Keputusan Sertifikasi
1. Manajer Mutu LeSOS mengusulkan kepada Direktur Eksekutif LeSOS untuk mengadakan rapat Komisi Sertifikasi guna menentukan keputusan sertifikasi dan rekomendasi-rekomendasi yang diperlukan, berdasarkan penilaian objektif yang berasal dari laporan inspeksi.
2. LeSOS akan mengirimkan surat pemberitahuan pelaksanaan sidang kepada komisi sertifikasi LeSOS
3. LeSOS akan mengirimkan surat pemberitahuan hasil sidang komisi sertifikasi kepada operator
4. Keputusan tersebut dapat berupa pemberian sertifikat pertanian organik kepada operator yang telah memenuhi kesesuaian keseluruhan standar dan regulasi yang ada.
5. Bila masih terdapat ketidaksesuaian praktek pertanian organik di lapangan terhadap standar dan regulasi yang ada, Komisi Sertifikasi akan memberikan rekomendasi untuk tindakan perbaikan. Operator diberikan waktu selama 90 hari kerja untuk melakukan tindakan perbaikan. Apabila ketidaksesuaian telah diperbaiki, Komisi Sertifikasi dapat memutuskan untuk pemberian sertifikat LeSOS.
6. Apabila operator tidak dapat melakukan tindakan perbaikan selama waktu yang telah ditentukan atau selama inspeksi ditemukan praktek-praktek yang melanggar standar dan regulasi, permohonan sertifikasinya ditolak.
7. Dan apabila operator yang ditolak tersebut ingin melanjutkan proses sertifikasi, maka ia harus mengulang proses sertifikasi.
8. Direktur Eksekutif LeSOS akan menginformasikan kepada operator melalui Manajer Mutu mengenai hasil keputusan sertifikasi.
9. Untuk permohonan sertifikasi yang diterima, Direktur Eksekutif LeSOS akan menerbitkan dan menandatangani sertifikat Pertanian Organik LeSOS. Apabila berhalangan akan didelegasikan kepada Manajer Mutu.
10. Sertifikat LeSOS berlaku selama 3 tahun.

Naik Banding
1. Jika operator memiliki alasan kuat untuk tidak menerima keputusan sertifikasi, ia dapat meminta kepada Direktur Eksekutif LeSOS untuk mempertimbangkan ulang keputusan Sertifikasi secara tertulis
2. Kemudian berkas tersebut akan diajukan kepada Komisi Sertifikasi/Teknis untuk pertimbangan ulang.
3. Jika operator masih tetap tidak sepakat dengan keputusan yang terbaru, ia dapat mengajukan banding secara tertulis kepada Direktur Eksekutif LeSOS. Direktur Eksekutif LeSOS membentuk Tim Ad Hoc Naik Banding yang terdiri dari orang-orang independen yang tidak terlibat keputusan sertifikasi dari operator yang bersangkutan, untuk mengambil keputusan akhir dalam kasus banding ini. Inspeksi Tahunan/Survailance LeSOS melakukan inspeksi tahunan (terjadwal atau tidak terjadwal) untuk mengetahui konsistensi penerapan sistem pertanian organic operator. Prosesnya sama seperti inspeksi lapangan.

Sertifikasi Ulang (Re-sertifikasi)
1. Tiga bulan sebelum masa berlaku sertifikat habis, LeSOS akan menginformasikan kepada operator untuk melakukan perpanjangan sertifikat pertanian organik LeSOS.
2. Proses pengajuan re-sertifikasi, seperti tahap awal pengajuan sertifikasi.

sumber: http://www.lesosindonesia.com/index.php?action=prosedur

Kegiatan PKM Desa Pekalongan Lampung Timur

1. Pendahuluan
Kebutuhan akan bahan-bahan makanan sehat yang berasal dari pertanian organik saat ini sedang populer bagi masyarakat Indonesia. Kebutuhan tersebut semakin meningkat sejak dua tahun terakhir. Hasil dari pertanian organikpun kini telah dijual baik di pasar tradisional maupun pasar modern. Sayur dan buah organik merupakan hasil dari pertanian organik dengan cara bercocok tanam tanpa menggunakan bahan kimia. Melalui kegiatan tersebut maka akan menghasilkan bahan pangan yang bergizi tinggi, sehat, tanpa bahan kimia dan tidak merusak lingkungan disekitar pertanian. Pertanian organik sendiri memiliki dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian organik adalah pertanian yang tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida kimia, dalam budidayanya lebih menggunakan pupuk organik, mineral dan material alami. Sedangkan pertanian organik dalam arti luas adalah usahatani dengan menggunakan pupuk kimia pada tingkat minimum, dan dikombinasikan dengan pupuk organik dan bahan-bahan alami (Hong, 1994). Pertanian organik merupakan suatu sistem pertanian yang dibuat dan dikelola agar dapat menciptakan produktivitas secara berkelanjutan. Prinsip pertanian organik yaitu tidak menggunakan atau membatasi penggunaan pupuk anorganik serta harus mampu menyediakan hara bagi tanaman dan mengendalikan serangan hama dengan cara diluar pertanian konvensional (Eliyas, 2008). Menurut International Federation of Organic Agriculture Movements/IFOAM (2008) pertanian organik didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Tujuan dalam sistem pertanian organik menurut IFOAM antara lain: 1) mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta hewan; 2) memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasankerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan 3) memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. Pertanian organik menurut IFOAM merupakan sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah dan air.
Terlepas dari hal tersebut, banyak desa-desa di wilayah tertentu yang miliki lahan pekarangan yang cukup luas. Lahan pekarangan tersebut umumnya hanya dimanfaatkan untuk menanam jenis bunga ataupun untuk area penjemuran hasil panen. Hal ini merupakan suatu potensi yang cukup baik jika dimanfaatkan sebagai budidaya tanaman organik. Selain memanfaatkan lahan pekarangan yang ada, ini juga dapat menjadi dapat menjadi sumber panganan yang sehat dan tersedia tanpa harus membeli. Selain itu, hasil produksi yang diperoleh juga dapat dipasarkan dengan nilai jual yang baik dan menjadi sumber penghasilan. Beberapa teknologi pertanian organik juga telah banyak dilakukan oleh kalangan masyarakat. Oleh sebab itu, sebagai upaya peningkatan sumber pangan yang sehat dan berkelanjutan pemanfaatan lahan pekarangan rumah menjadi salah satu potensi yang sangat baik. Selain itu dengan penerapan teknologi yang tepat dan efisien dapat meningkatkan produksi yang optimal.

2. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan pengabdian masyarakat ini antara lain:
1. Membangun persepsi masyarakat untuk peduli pada kesehatan pangan
2. Membangun kelembagaan kelompok tani untuk mengembangangkan pertanian organik
3. Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan melalui produk pertaian organik

3. Pertanian Organik
Pertanian merupakan salah satu kegiatan paling mendasar bagi manusia, karena semua orang perlu makan setiap hari. Pertanian merupakan kegiatan campur tangan manusia (pada tumbuhan asli maupun daur hidup tumbuhan) dalam menanami lahan/tanah dengan tanaman yang akan menghasilkan sesuatu hasil yang dapat dipanen (Sutanto, 2002a). Campur tangan manusia dalam pertanian modern dirasa semakin jauh dalam bentuk masukan bahan kimia pertanian yang akan merusak kondisi dan keberlanjutan sumber daya alam.
Sutanto (2002a) mendefinisikan pertanian organik, sebagai suatu sistem produksi pertanian yang berazaskan daur ulang secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Sutanto (2002a) menguraikan pertanian organik secara lebih luas, bahwa menurut para pakar pertanian Barat, sistem pertanian organik merupakan ”hukum pengembalian (law of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberikan makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants) dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.
Pertanian organik menurut International Federation of Organic Agriculture Movements/IFOAM (2008) didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penggunaan sistem pertanian organik menurut IFOAM antara lain: 1) mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta hewan; 2) memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan 3) memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.
Pertanian organik menurut IFOAM merupakan sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Pertanian organik di sisi lain juga berusaha meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna, dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan kerusakan sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik, sebaliknya sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik.
Kementerian Pertanian (2002) dalam Road Map Pengembangan Pertanian Organik 2008-2015 mengemukakan, bahwa pertanian organik dalam praktiknya dilakukan dengan cara, antara lain: 1) menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO = genetically modified organism); 2) menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis (pengendalian gulma, hama, dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis, dan rotasi tanaman); 3) menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk kimia sintetis (kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan menambahkan pupuk kandang dan batuan mineral alami serta penanaman legum dan rotasi tanaman); dan 4) menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahanaditif sintetis dalam makanan ternak.
Penelitian yang dilakukan di beberapa negara yang membandingkan pertanian organik dan pertanian konvensional sebagian besar menyatakan bahwa keuntungan yang didapat dari pertanian organik lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh dari pertanian konvensional, hal ini disebabkan karena pertanian organik tidak banyak menggunakan biaya untuk pembelian pupuk, pestisida kimia, dan input pertanian lain, di samping itu produk organik dijual dengan harga yang lebih tinggi dari produk pertanian konvensional (Greer et al., 2008). Pertanian organik berdasarkan beberapa konsep dan definisi yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan sebagai sistem usaha tani yang mengelola sumber daya alam secara bijaksana, holistik, dan terpadu untuk memenuhi kebutuhan manusia khususnya pangan dengan memanfaatkan bahan-bahan organik secara alami sebagai “input dalam” pertanian tanpa “input luar” tinggi yang bersifat kimiawi,sehingga mampu menjaga lingkungan serta mendorong terwujudnya pertanian yang berkelanjutan dengan prinsip atau hubungan timbal balik.

4. Prinsip-prinsip
Pertanian Organik IFOAM (2008) menetapkan prinsip-prinsip dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik. Prinsip-prinsip ini berisi tentang manfaat yang dapat diberikan pertanian organik bagi dunia, dan merupakan sebuah visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global. Prinsip-prinsip ini diterapkan dalam pertanian dengan pengertian luas, termasuk bagaimana manusia memelihara tanah, air, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan, mempersiapkan, dan menyalurkan pangan dan produk lainnya. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1) prinsip kesehatan; 2) prinsip ekologi; 3) prinsip keadilan; dan 4) prinsip perlindungan.
Prinsip kesehatan pada pertanian organik menurut IFOAM (2008) adalah bahwa pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem. Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi, dan konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia, serta dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan, sehingga harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan yang meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan.
Prinsip ekologi dalam pertanian organik menurut IFOAM (2008) ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Budidaya pertanian, peternakan, dan pemanenan produk liar organik haruslah sesuai dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Siklus-siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi, budaya, dan skala lokal. Bahan-bahan asupan sebaiknya dikurangi dengan cara dipakai kembali, didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan-bahan dan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas, dan melindungi sumber daya alam. Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman genetika, dan pertanian. Pertanian organik berdasarkan prinsip keadilan menurut IFOAM (2008) harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan maupun produk lainnya dengan kualitas yang baik. Prinsip keadilan juga menekankan bahwa ternak harus dipelihara dalam kondisi dan habitat yang sesuai dengan sifat-sifat fisik, alamiah dan terjamin kesejahteraannya. Sumber daya alam dan lingkungan yang digunakan untuk produksi dan konsumsi harus dikelola dengan cara yang adil secara sosial dan ekologis, dan dipelihara untuk generasi mendatang. Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup. Prinsip perlindungan dalam pertanian organik menurut IFOAM (2008), pencegahan dan tanggung jawab merupakan hal mendasar dalam pengelolaan, pengembangan, dan pemilihan teknologi di pertanian organik. Pertanian organik harus mampu mencegah terjadinya resiko merugikan dengan menerapkan teknologi tepat guna dan menolak teknologi yang tak dapat diramalkan akibatnya, seperti rekayasa genetika (genetic engineering) dan segala yang diambil harus mempertimbangkan nilai-nilai dan kebutuhan dari semua aspek yang mungkin dapat terkena dampaknya, melalui proses-proses yang transparan dan partisipatif.

5. Metode Pelaksanaan PPM
Sasaran penyuluhan dan pemberian pelatihan keterampilan ini adalah para warga masyarakat di desa Pekalongan, Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur. Hal ini dikarenakan hampir sebagian penduduk di desa Pekalongan memiliki lahan pekarangan rumah yang cukup luas untuk dimanfaatkan, selain matapencaharian mereka yang utama sebagai petani. Pemilihan sasaran kegiatan ini diambil dengan pertimbangan mereka dapat memperoleh informasi tentang penerapan teknologi pertaian organik dengan memanfaatkan pekarangan rumah yang mereka miliki kepada keluarga, tetangga maupun warga masyarakat lain di sekitar desa Pekalongan. Kegiatan penerapan IPTEK ini akan bekerja sama dengan masyarakat desa Pekalongan, Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur sehingga mereka dapat menentukan waktu yang tepat untuk pelaksanaan kegiatan ini.

6. Metode Kegiatan PPM
Metode kegiatan ini meliputi ceramah, diskusi-informasi, workshop dan diseminasi terbatas. Secara lebih rinci metode yang digunakan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menjelaskan kepada peserta pelatihan mengenai pemanfaatan lahan pekarangan rumah.
2. Diskusi-informasi membahas cara mengatasi kesulitan dalam memulai pemanfaatan lahan pekarangan serta menjelaskan teknologi yang tepat dilakukan.
3. Para peserta diberi kesempatan untuk mencoba merancang dan membuat alat yang digunakan dalam pelaksanaan teknologi pertanian organik.
4. Hasil uji coba selanjutnya dipresentasikan untuk bahan diskusi dan selanjutnya siap di diseminasikan di lingkungan rumah tangga lainnya.

7. Hasil Pelaksanaan Kegiatan PPM dan Pembahasan
Sesuai dengan jadwal, metode dan rencana pelaksanaan program yang sudah ditentukan maka urutan kegiatan dan hasil yang diperoleh dalam kegiatan ini adalah:

a. Penyampaian materi mengenai pemanfaatan lahan pekarangan rumah ditinjau dari teknologi dan sosial ekonomi. Beberapa pengetahuan yang disampaikan adalah:
 Lahan disekitar pekarangan rumah yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat budidaya.
 Manfaat pertanian organik
 Teknologi budidaya pertanian organik
 Jenis-jenis metode pertanian organik yang dapat dilakukan di lahan pekarangan rumah.
 Jenis-jenis tanaman yang cocok untuk dibudidayakan secara organik di lahan pekarangan rumah
 Nilai ekonomi dari produk pertanian organik.

b. Pengamatan di lapangan oleh peserta Para peserta yang telah mendapatkan materi pengetahuan tentang pertanian orgaik dan teknologinya, selanjutnya mencoba melihat bagaimana mekanisme pembuatan berbagai macam teknik dalam budidaya pertanian organik yang sesungguhnya. Kegiatan ini bertujuan untuk menjelaskan kepada peserta tentang materi yang sudah diterima dan membandingkannya dengan kondisi sesungguhnya. Kegiatan ini dilanjutkan dengan pengamatan, pengidentifikasian dan penyusunan data-data pendukung yang diperlukan peserta. Data-data ini yang akan dijadikan bahan peserta dalam kegiatan diskusi dengan Tim pengabdi guna memantapkan penguasaan materi yang telah diberikan.kondisi lapangan.

c. Presentasi dan diskusi antar peserta mengenai pemanfaatan lahan pekarangan rumah untuk pertanian organik. Adapun sebagai akhir dari kegiatan yang dilakukan oleh peserta adalah presentasi dan diskusi mengenai materi pemanfaatan lahan pekarangan rumah untuk pertanian organik sebagai sumber pengahasil bahan pangan yang sehat. Setiap komponen materi yang telah diberikan didiskusikan dan dipresentasikan di depan Tim. Pada saat wakil kelompok menyampaikan hasil pengamatannya maka peserta lain diberikan kesempatan untuk menanggapi hasil pengamatan yang telah dilakukan. Pengabdian masyarakat mengenai pemanfaatan lahan pekarangan rumah untuk pertanian organik sebagai sumber bahan pangan yang sehat bagi masyarakat di desa Pekalongan Kabupaten Lampung Timur dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2015. Banyaknya peserta yang mengikuti kegiatan berjumlah 35 orang dari 40 orang yang diundang oleh tim pengabdi. Pada waktu diskusi berlangsung terlihat bahwa penguasaan peserta mengenai lahan pekarangan rumah untuk pertanian organik sebagai sumber bahan pangan yang sehat cukup baik. Melalui diskusi ini, tim pengabdi menyisipkan materi-materi yang harus dikuasai peserta sebagai bekal dalam mempersiapkan pembuatan teknologi pertanian organik. Tim pengabdi selain memberikan materi tentang bagaimana cara memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk pertanian organik, Tim juga menjelaskan kernungkinan-kemungkinan lain yang bisa dikembangkan melalui pemanfaatan lahan pekarangan rumah untuk pertanian organik tersebut serta bagaimana cara mengelolanya sehingga meningkatkan pendapatan rumah tangga. Para peserta semakin menyadari bahwa pemanfaatan lahan pekarangan rumah untuk pertanian organik sebagai sumber bahan pangan yang sehat merupakan alternatif yang dapat dilakukan jika terdapat kesulitan penyediaan bahan pangan.

8. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan terhadap; proses kegiatan pengabdian masyarakat berupa pemanfaatan lahan pekarangan rumah untuk pertanian organik sebagai sumber bahan bahan pangan yang sehat di lapangan diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Masyarakat petani dan warga masyarakat di desa Pekalongan menjadi paham dan mengetahui pemanfaatan lahan pekarangan rumah untuk pertanian organik.
2. Aspek sosio-kultural penerapan teknologi pertanian organnik dalam rangka perintisan wirausaha yang telah dipahami masyarakat petani dan warga di desa Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.
3. Masyarakat mengetahui prospek apa saja yang dapat dikembangkan berkaitan dengan penerapan teknologi pertanian organik di desa Pekalongan Kabupaten Lampung Timur dalam rangka community development untuk jangka yang lebih panjang.

9. Saran
Untuk tindak lanjut dari kegiatan ini hendaknya dikembangkan lagi mengenai model pemasaran produk pertanian organik untuk keperluan rumah tangga dalam lingkup yang lebih luas. Hal ini dimaksudkan agar para petani dan atau warga masyarakat di sekitar desa Pekalongan menjadi terinspirasi untuk mengembangkan produk pertanian organik di lingkungan mereka.

Daftar Pustaka

Departemen Pertanian. 2002. Sertifikat Bertahap Menuju Pertanian Organik. Info Mutu. Buletin Standardisasi dan Akreditasi Departemen Pertanian. Edisi September 2002.
Direktorat Jendral Pengolahan. 2012. Pedoman Teknis Pembinaan Sertifikasi Pangan Organik. Kementrian Pertanian. Jakarta.
Eliyas. S, 2008. Pertanian Organik Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hong, C. W., 1994. Organic Farming and The Sustainability of Agriculture in Korea. Papers Delivered at 12th Meeting of The Technical Advisory Committee of The Food and Fertilizer Technology Center for The Asian and Pacific Region, Taiwan.
IFOAM. 2008. The World of Organic Agriculture - Statistics & Emerging Trends. http://www.soel.de/fachtheraaii downloads/s_74_l O.pdf.
OKPO. 2008. Pedoman Sertifikasi Produk Pangan Organik. Ditjen Pphp. Kementrian RI.
Susanto, R.2002. Penerapan Pertanian Organik, kanisius, Yogyakarta.




Foto Diskusi dan Penyuluhan 




Foto Pemanfaat Lahan Pekarangan Untuk Tanaman Organik

Materi Kuliah Teknologi Budidaya Hortikultura

Nutrisi Tanaman

Materi Kuliah Nutrisi Tanaman Kuliah 1